Komisi XI Soroti Pembiayaan Jalan Tol Palindra
Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Sumatera Selatan menyoroti proses pembiayaan pembangunan Jalan Tol Palembang-Indralaya (Palindra) yang secara pembiayaan harus diawasi seluruh pihak, mengingat sumber pendanaan berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN).
Hal tersebut mengemuka saat tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Ahmad Hafis Thohir, melakukan pertemuan dengan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT. Lembaga Management Aset Negara (LMAN) dan PT. Hutama Karya, di Kantor Kontraktor Hutama Karya, Palembang, Sumsel, Kamis (15/2/18). Pertemuan secara khusus membahas pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan Jalan Tol Palindra.
Anggota Komisi XI DPR RI Jon Erizal mengatakan, pihaknya telah mendapat amanah untuk melakukan pengawasan penyaluran dana-dana yang disalurkan oleh PT. SMI ke PT. Hutama Karya. Sebanyak Rp 3,3 triliun yang disalurkan ke HK untuk pembangunan jalan tol dengan panjang 22 Km, di penuhi 70 persennya oleh modal PMN dari APBN ke HK. Sedangkan 30 persennya dibiayai oleh PT. SMI.
Menurut Jon, yang menjadi perdebatan dalam hal tersebut adalah 30 persen pembiayaan yang dibiayai oleh PT. SMI tersebut, akan kembali sekitar 20 sampai 22 tahun ke depan dengan agrees periode sekitar 15 sampai 17 tahun.
“Nah ini banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul, kenapa ini totally seakan-akan sama juga dengan diberi 100 persen oleh APBN. Tapi ada yang melalui APBN, ada juga yang melalui SMI juga. SMI sendiri juga kan mengajukan PMN pada kita, jadi totally semuanya dapat dari APBN. Jadi, kenapa tidak dikerjakan oleh Kementerian atau Lembaga saja,” ungkapnya seolah bertanya.
Dari beberapa alasan yang disampaikan oleh HK dan SMI, politisi F-PAN itu berharap, kedua perusahaan tersebut bisa produktif dan bisa memanfaatkan sumber-sumber dana yang diterima, sehingga mereka juga bisa menarik pinjaman pada kreditur masing-masing.
“Kalau Rp 3,3 triliun bisa menghasilkan 22 km jalan tol, seandainya itu tidak dibuatkan jalan tol itu, bisa 4 sampai 5 kalinya, sehingga bisa 100 km-an lebih. Dan bisa mendapatkan jalan yang lebih lebar. Ini saya juga minta SMI untuk mengkajinya ke depan. Penugasan-penugasan seperti ini juga perlu ditelaah, tidak harus ditelan bulat-bulat,” katanya.
Lebih lanjut Jon memaparkan, bahwa yang diperlukan oleh daerah-daerah sekarang adalah jalan biasa, bukan jalan tol. Sehingga jika dibangun jalan baru yang bukan tol, jalan itu lebih panjang. Tapi kalau dibangun jalan tol memang tetap produktif, tapi cakupan tol hanya menjadi pendek, hanya 22 km. “Jalan tol sepanjang 22 km mungkin produktifnya 5 sampai 10 tahun lagi. Nah ini tolong dikaji,” pintanya.
Jon juga mengingatkan, jangan sampai dana-dana yang diarahkan kepada PT. Hutama Karya, PT. SMI, dan PT. LMAN dalam bentuk PMN itu produktivitasnya tidak maksimal. Jika diperlukan, dana-dana itu dialokasikan ke hal-hal yang sangat produktif.
“Tol sangat produktif, tapi ada yang sangat produktif lagi. Nah ini yang harus dicari. Tapi karena ini sudah berjalan, tentunya kita awasi baik-baik. Dan harapan kita, masyarakat setempat juga harus mengawasi. Agar dengan anggaran yang begitu besar, dapat memaksimalkan fungsi jalan tol ini untuk kepentingan masyarakat,” tandas politisi asal dapil Riau itu.
Sementara itu, Ketua Tim Kunjungan Komisi XI DPR RI Ahmad Hafisz Thohir mengatakan bahwa terkait persoalan tersebut akan menyampaikan catatan penting kepada kementerian terkait. (ndy/sf)